Raja’ dan Khauf merupakan 2 sayap
(janaahaan) yang dengannya terbang para muqarrabiin ke segala tempat
yang terpuji. Kedua sifat ini sangat penting untuk didefinisikan,
karena jika tidak akan terjadi dua kesalahan yang sangat berbahaya.
Pertama, adalah sikap berlebihan (ghuluww) sebagaimana yang dialami
oleh sebagian kaum sufi yang menjadi sesat karena mendalami lautan
ma’rifah tanpa dilandasi oleh syari’ah yang memadai [2]. Sedangkan
kesalahan yang kedua, adalah sikap mengabaikan (tafriith), sebagaimana
orang-orang yang beribadah tanpa mengetahui kepada siapa ia beribadah
dan tanpa merasakan kelezatan ibadahnya, sehingga ibadahnya hanyalah
berupa rutinitas yang kering dan hampa dari rasa harap, cemas dan
cinta.
Raja’ adalah sikap mengharap dan
menanti-nanti sesuatu yang sangat dicintai oleh si penanti. Sikap ini
bukan sembarang menanti tanpa memenuhi syarat-syarat tertentu, sebab
penantian tanpa memenuhi syarat ini disebut berangan-angan (tamniyyan).
Orang-orang yang menanti ampunan dan rahmat ALLAH tanpa amal bukanlah
Raja’ namanya, tetapi berangan-angan kosong.
Ketahuilah bahwa hati itu sering tergoda
oleh dunia, sebagaimana bumi yang gersang yang mengharap turunnya
hujan. Jika diibaratkan, maka hati ibarat tanah, keyakinan seseorang
ibarat benihnya, kerja/amal seseorang adalah pengairan dan
perawatannya, sementara hari akhirat adalah hari saat panennya.
Seseorang tidak akan memanen kecuali sesuai dengan benih yang ia tanam,
apakah tanaman itu padi atau semak berduri ia akan mendapat hasilnya
kelak, dan subur atau tidaknya berbagai tanaman itu tergantung pada
bagaimana ia mengairi dan merawatnya.
Dengan mengambil perumpamaan di atas,
maka Raja’ seseorang atas ampunan ALLAH adalah sebagaimana sikap
penantian sang petani terhadap hasil tanamannya, yang telah ia pilih
tanahnya yang terbaik, lalu ia taburi benih yang terbaik pula, kemudian
diairinya dengan jumlah yang tepat, dan dibersihkannya dari berbagai
tanaman pengganggu setiap hari, sampai waktu yang sesuai untuk dipanen.
Maka penantiannya inilah yang disebut Raja’.
Sedangkan petani yang datang pada
sebidang tanah gersang lalu melemparkan sembarang benih kemudian duduk
bersantai-santai menunggu tanpa merawat serta mengairinya, maka hal ini
bukanlah Raja’ melainkan bodoh (hamqan) dan tertipu (ghuruur). Berkata
Imam Ali ra tentang hal ini:
“Iman itu bukanlah angan-angan ataupun
khayalan melainkan apa-apa yang menghunjam di dalam hati dan dibenarkan
dalam perbuatannya.”
Maka renungkanlah wahai saudaraku !
Maka seorang hamba yang yang memilih
benih iman yang terbaik, lalu mengairinya dengan air ketaatan, lalu
mensucikan hatinya dari berbagai akhlaq tercela, ia tekun merawat dan
membersihkannya, kemudian ia menunggu keutamaan dari ALLAH tentang
hasilnya sampai tiba saat kematiannya maka penantiannya yang panjang
dalam harap dan cemas inilah yang dinamakan Raja’. Berfirman ALLAH SWT:
“Orang-orang yang beriman, dan berhijrah
dan berjihad dijalan ALLAH, mereka inilah yang benar-benar mengharapkan
rahmat ALLAH.” (QS. Al-Baqarah, 2: 218).
Sementara orang yang tidak memilih benih
imannya, tidak menyiraminya dengan air ketaatan dan membiarkan hatinya
penuh kebusukan, darah dan nanah serta kehidupannya asyik mencari dan
menikmati syahwat serta kelezatan duniawi lalu ia berharapkan ALLAH
akan mengampuni dosa-dosanya maka orang ini bodoh dan tertipu.
Berfirman ALLAH SWT tentang mereka ini:
“Maka setelah mereka digantikan dengan
generasi yang mewarisi Kitab yang menjualnya dengan kerendahan, lalu
mereka berkata ALLAH akan mengampuni kita.” (QS. Al’A’raaf, 7: 169).
Dan mereka juga berkata:
“Jika seandainya saya dikembalikan kepada
RABB-ku maka aku akan mendapat tempat yang lebih baik dari ini.” (QS.
Al-Kahfi, 18: 36).
Bersabda Nabi SAW:
“Orang yang pandai adalah yang menjual
dirinya untuk beramal untuk hari akhirat, sementara orang yang bodoh
adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya di dunia lalu berangan-angan
kepada ALLAH akan mengampuninya.” (HR Tirmidzi 2459, Ibnu Majah 4260,
Al-Baghawiy, Ahmad 4/124, Al-Hakim 1/57).
Keutamaan Raja’ yang lainnya adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi SAW sbb:
“Seorang hamba ALLAH diperintahkan untuk
masuk ke neraka pada hari Kiamat, maka iapun berpaling maka ditanya
ALLAH SWT (padahal IA Maha Mengetahui): ‘Mengapa kamu menoleh?’ Ia
menjawab: ‘Saya tidak berharap seperti ini’. ALLAH berfirman:
‘Bagaimana harapanmu?’ Jawabnya: ‘ENGKAU mengampuniku’. Maka firman
ALLAH: ‘Lepaskan dia’.”
Raja’ hanya bermanfaat bagi orang yang
sudah berputus asa karena dosanya sehingga meningggalkan ibadah, serta
orang yang demikian khauf pada ALLAH SWT sehingga membahayakan diri dan
keluarganya. Sedangkan bagi orang yang bermaksiat, sedikit ibadah dan
berharap ampunan ALLAH, maka Raja’ tidak berguna, melainkan harus
diberikan khauf.
Sebab-sebab Raja’ adalah pertama dengan
jalan i’tibar yaitu merenungkan berbagai nikmat ALLAH yang telah
ditumpahkan-NYA setiap waktu pada kita yang tiada sempat kita syukuri
ditengah curahan kemaksiatan kita yang tiada henti pada-NYA, maka
siapakah yang lebih lembut dan penuh kasih selain DIA? Apakah terlintas
bahwa IA yang demikian lembut dan penuh kasih akan menganiaya
hambanya?
Adapun jalan yang kedua adalah jalan khabar, yaitu dengan melihat firman-NYA, antara lain:
“Wahai hambaku yang telah melampaui batas
pada dirinya sendiri, janganlah kamu putus asa akan rahmat ALLAH,
sesungguhnya ALLAH mengampuni seluruh dosa-dosa.” (QS. Az-Zumar, 39:
53).
dan hadits-hadits Nabi SAW:
“Berfirman ALLAH SWT kepada Adam as:
‘Bangunlah! Dan masukkan orang-orang yang ahli neraka’. Jawab Adam as:
‘Labbbaik, wa sa’daik, wal-khoiro fi yadaik, ya Rabb berapa yang harus
dimasukkan ke neraka?’ Jawab ALLAH SWT: ‘Dari setiap 1000, ambil 999!’
Ketika mendengar itu maka anak-anak kecil beruban, wanita hamil
melahirkan dan manusia seperti mabuk (dan wanita yang menyusui
melahirkan bayinya, dan kamu lihat menusia mabuk, padahal bukan mabuk
melainkan adzab ALLAH di hari itu sangat keras. QS. Al-Hajj, 21: 2).
Maka berkatalah manusia pada Nabi SAW: ‘Ya Rasulullah! Bagaimana ini?’
Jawab Nabi SAW: ‘Dari Ya’juj wa ma’juj 998 orang dan dari kalian 1
orang’. Maka berkatalah manusia: ‘ALLAHU Akbar!’ Maka berkatalah Nabi
SAW pada para sahabat ra: ‘Demi ALLAH saya Raja’ bahwa kalian merupakan
1/4 dari ahli jannah! Demi ALLAH saya Raja’ kalian merupakan 1/3 ahli
jannah! Demi ALLAH saya Raja’ kalian menjadi 1/2 ahli jannah!’ Maka
semua orangpun bertakbir, dan Nabi SAW bersabda: ‘Keadaan kalian di
hari itu seperti rambut putih di Sapi hitam atau seperti rambut hitam
di Sapi putih’.” (HR Bukhari 6/122 dan Muslim 1/139)